Selasa, 27 Desember 2011

Sahabat Sejati Sampai Ke Syurga Nanti, InsyaAllah ^_^

Alloh menjanjikan kepada dua orang sahabat yang saling mencintai karena Alloh dengan Naungan pada Hari pembalasan, yang tidak ada naungan kecuali naunganNya.


Kita semua pasti memiliki sahabat sejati, apakah ia teman semasa SMP, SMA, teman semasa kita ta'lim di pondok atau teman kuliah yang sampai sekarang tetap menjadi sahabat terbaik dan curahan hati kita ^_^ Meskipun jarak memisahkan......


Nah...Sekarang bagaimana caranya menumbuhkan rasa cinta tulus itu dan bagaimana pula cara memupuknya agar terus bersemi Indah ^_^ agar cinta yang tumbuh itu adalah cinta murni Hanya karena Alloh dan Untuk Alloh.


Tidak usah jauh-jauh mencari resepnya Akhi wa Ukhti Fillah :) karena Resepnya Sudah Ada pada Hadis Rasululloh tercinta.

Berikut *** 8 Resep *** yang sangat Ampuh untuk menumbuhkan Rasa cinta dan sayang itu karena Alloh.........


-1- Doakan Ia Selalu.

Rasulullah Besabda: " Doa yang terbaik adalah Doamu untuk saudaramu sedangkan ia tidak mengetahuinya."

Dengan saling mendoakan akan menumbuhkan ketulusan persahabatan dan persaudaraan dan bisa menjauhkan kita dari Iri, Hasad dan dengki serta persahabatn kita semakin Tulus karena Alloh.


-2- Bantu Ringankan Bebannya

Rasulullah Besabda: "Barangsiapa yang meringankan beban saudaranya maka Alloh akan meringankan bebannya didunia dan Akhirat...."

Jika sahabat kita mengalami masalah, kita usahakan untuk membantunya sebisa kita, meskipun tidak mungkin kita membantu sampai selesai masalahanya, namun setidaknya kita bisa meringankan bebannya. Dengan perhatian yang kita berikan padanya.


-3- Saling menghadiahi

Rasulullah Besabda: Tahaadduu tahaabbuu .... "Saling menghadiahilah kalian, maka akan tumbuh rasa cinta dan kasih sayang

diantara kalian...." Jadi tidak ada salahnya jika kita sering2 mengasih hadiah kpd sahabat baik kita, tdk harus mahal akhi, buku La Tahzan (Promosi :) atau CD Harun Yahya (promosi lagi) ^_^ mungkin bisa menjadi salah satu hadiah terbaik.


-4- Menutupi Aibnya dan Menjaga Nama baiknya.

Sahabat yang baik akan berusaha menutupi kekurangan dan aib sahabatnya, karena tentu tdk ada seorang pun yang mau aibnya diketahui semua orang. Rasululloh bersabda : Barang siapa menutupi Aib saudaranya, maka Alloh akan menutupi aibnya didunia dan Akhirat.." Subhanalloh.

Dan sahabat yang baik akan berusaha membela nama baik sahabatnya ketika orang-orang menjelek-jelekkanya sedang ia tidak ada disana. Karena Kehormatan saudaranya Adalah kehormatannya juga,ia tidak akan rela kehormatan saudaranya di injak-injak dihadapannya, ia akan membela nama baik sahabatnya namun tetap dengan akhlak yang baik juga, dan itu dilakukannya hanya karena mencari Rido Alloh.


-5- Membina tali silaturahim dengannya

Rasulullah bersabda : "Sambunglah tali silaturahim", bahkan surga tidak mau menerima orang yang memutuskan tali silaturahim dengan saudaranya, Rasululloh juga bersabda : Tidak masuk syurga siapa-siapa yang memutuskan tali silaturahim.

Begitu besar manfaat silaturahim ini,seperti yang telah Rasululloh Sabdakan, diantaranya memperbanyak Rizki dan memperpanjang Umur, dalam artian umur kita penuh berkah karena doa dari saudara-saudara kita yang selalu kita jalin silaturahim dengannya.


-6- Berikan ia senyuman terbaikmu

Rasululloh Besabda: " Senyummu dihadapan saudaramu adalah Shodaqoh". Senyum tulus menandakan kebahagiaan, Optimisme dan semangat menghadapi hidup, dan itu semua bisa menulari siapapun yang dihadapan kita, mungkin uang kita tidak selalu

punya, namun senyuman kapanpun bisa kita berikan, jadi jangan pelit : ) untuk memberikan senyuman terbaik untuk sahabat yang engkau cintai Karena Alloh.


-7- Mengingatkan jika sahabat kita sedang Khilaf dan memaafkan jika Ia melakukan kesalahan.

No bodys perfect, itulah kata-kaa yang tepat untuk kita semua tanpa terkecuali, Sebaik apapun sahabat kita, pasti suatu saat ia akan melakukan kesalahan. sebagai sahabat kita harus mengingatkannya namun dengan cara-cara yang baik dan berdasar atas kasih sayang, bukan untuk menghakimi tapi untuk memberi pengertian kepadanya akan kekeliruan yang telah dialakukan. Tentu kita semua pernah melakukan kesalahan, Apa yang kita inginkan jika kita melakukan kesalahan..?? pati kita ingin agar orang lain memaafkan kesalahan kita, demikian juga orang lain, mereka ingin agar kesalahannya kita maafkan.

Memang tidak mudah memaafkan kesalahan orang lain, apalagi jelas-jelas dilakukan dengan kesengajaan, dibutuhkan kebesaran jiwa dan kelapangan dada, karena itulah Alloh sangat menyukai orang-orang yang berjiwa pemaaf.


Ya Alloh jadikanlah kami Hambamu yang memiliki Jiwa besar untuk memaafkan kesalahan saudara-saudara kami baik sengaja ataupun tidak, dan berilah kekuatan kpd kami untuk menyadarkan kekeliruannya secara bijak dan tulus karenaMu, Amin.


-8- Bertemu dan berpisah Hanya Karena Alloh

Alloh sangat mencintai Seorang hamba yang jauh-jauh datang ke rumah saudaranya hanya untuk menjumpai saudaranya karena Alloh, bukan karena kepentingan duniawi semata. Mereka bertemu dan berpisah karena Alloh. Sungguh persahabatan yang dirindu syurga......


(By fatum, Hamba Alloh Yang merindu Indahnya Ukhuwah Islamiyah meski dalam perbedaan)

Sahabat Sejati Sampai Ke Syurga Nanti, InsyaAllah ^_^

Alloh menjanjikan kepada dua orang sahabat yang saling mencintai karena Alloh dengan Naungan pada Hari pembalasan, yang tidak ada naungan kecuali naunganNya.


Kita semua pasti memiliki sahabat sejati, apakah ia teman semasa SMP, SMA, teman semasa kita ta'lim di pondok atau teman kuliah yang sampai sekarang tetap menjadi sahabat terbaik dan curahan hati kita ^_^ Meskipun jarak memisahkan......


Nah...Sekarang bagaimana caranya menumbuhkan rasa cinta tulus itu dan bagaimana pula cara memupuknya agar terus bersemi Indah ^_^ agar cinta yang tumbuh itu adalah cinta murni Hanya karena Alloh dan Untuk Alloh.


Tidak usah jauh-jauh mencari resepnya Akhi wa Ukhti Fillah :) karena Resepnya Sudah Ada pada Hadis Rasululloh tercinta, Berikut --- 8 Resep--- yang sangat Ampuh untuk menumbuhkan Rasa cinta dan sayang itu karena Alloh.........


-1- Doakan Ia Selalu.

Rasulullah Besabda: " Doa yang terbaik adalah Doamu untuk saudaramu sedangkan ia tidak mengetahuinya."

Dengan saling mendoakan akan menumbuhkan ketulusan persahabatan dan persaudaraan dan bisa menjauhkan kita dari Iri, Hasad dan dengki serta persahabatn kita semakin Tulus karena Alloh.


-2- Bantu Ringankan Bebannya

Rasulullah Besabda: "Barangsiapa yang meringankan beban saudaranya maka Alloh akan meringankan bebannya didunia dan Akhirat...."

Jika sahabat kita mengalami masalah, kita usahakan untuk membantunya sebisa kita, meskipun tidak mungkin kita membantu sampai selesai masalahanya, namun setidaknya kita bisa meringankan bebannya. Dengan perhatian yang kita berikan padanya.


-3- Saling menghadiahi

Rasulullah Besabda: Tahaadduu tahaabbuu .... "Saling menghadiahilah kalian, maka akan tumbuh rasa cinta dan kasih sayang

diantara kalian...." Jadi tidak ada salahnya jika kita sering2 mengasih hadiah kpd sahabat baik kita, tdk harus mahal akhi, buku La Tahzan (Promosi :) atau CD Harun Yahya (promosi lagi) ^_^ mungkin bisa menjadi salah satu hadiah terbaik.


-4- Menutupi Aibnya dan Menjaga Nama baiknya.

Sahabat yang baik akan berusaha menutupi kekurangan dan aib sahabatnya, karena tentu tdk ada seorang pun yang mau aibnya diketahui semua orang. Rasululloh bersabda : Barang siapa menutupi Aib saudaranya, maka Alloh akan menutupi aibnya didunia dan Akhirat.." Subhanalloh.

Dan sahabat yang baik akan berusaha membela nama baik sahabatnya ketika orang-orang menjelek-jelekkanya sedang ia tidak ada disana. Karena Kehormatan saudaranya Adalah kehormatannya juga,ia tidak akan rela kehormatan saudaranya di injak-injak dihadapannya, ia akan membela nama baik sahabatnya namun tetap dengan akhlak yang baik juga, dan itu dilakukannya hanya karena mencari Rido Alloh.


-5- Membina tali silaturahim dengannya

Rasulullah bersabda : "Sambunglah tali silaturahim", bahkan surga tidak mau menerima orang yang memutuskan tali silaturahim dengan saudaranya, Rasululloh juga bersabda : Tidak masuk syurga siapa-siapa yang memutuskan tali silaturahim.

Begitu besar manfaat silaturahim ini,seperti yang telah Rasululloh Sabdakan, diantaranya memperbanyak Rizki dan memperpanjang Umur, dalam artian umur kita penuh berkah karena doa dari saudara-saudara kita yang selalu kita jalin silaturahim dengannya.


-6- Berikan ia senyuman terbaikmu

Rasululloh Besabda: " Senyummu dihadapan saudaramu adalah Shodaqoh". Senyum tulus menandakan kebahagiaan, Optimisme dan semangat menghadapi hidup, dan itu semua bisa menulari siapapun yang dihadapan kita, mungkin uang kita tidak selalu

punya, namun senyuman kapanpun bisa kita berikan, jadi jangan pelit : ) untuk memberikan senyuman terbaik untuk sahabat yang engkau cintai Karena Alloh.


-7- Mengingatkan jika sahabat kita sedang Khilaf dan memaafkan jika Ia melakukan kesalahan.

No bodys perfect, itulah kata-kaa yang tepat untuk kita semua tanpa terkecuali, Sebaik apapun sahabat kita, pasti suatu saat ia akan melakukan kesalahan. sebagai sahabat kita harus mengingatkannya namun dengan cara-cara yang baik dan berdasar atas kasih sayang, bukan untuk menghakimi tapi untuk memberi pengertian kepadanya akan kekeliruan yang telah dialakukan. Tentu kita semua pernah melakukan kesalahan, Apa yang kita inginkan jika kita melakukan kesalahan..?? pati kita ingin agar orang lain memaafkan kesalahan kita, demikian juga orang lain, mereka ingin agar kesalahannya kita maafkan.

Memang tidak mudah memaafkan kesalahan orang lain, apalagi jelas-jelas dilakukan dengan kesengajaan, dibutuhkan kebesaran jiwa dan kelapangan dada, karena itulah Alloh sangat menyukai orang-orang yang berjiwa pemaaf.


Ya Alloh jadikanlah kami Hambamu yang memiliki Jiwa besar untuk memaafkan kesalahan saudara-saudara kami baik sengaja ataupun tidak, dan berilah kekuatan kpd kami untuk menyadarkan kekeliruannya secara bijak dan tulus karenaMu, Amin.


-8- Bertemu dan berpisah Hanya Karena Alloh

Alloh sangat mencintai Seorang hamba yang jauh-jauh datang ke rumah saudaranya hanya untuk menjumpai saudaranya karena Alloh, bukan karena kepentingan duniawi semata. Mereka bertemu dan berpisah karena Alloh. Sungguh persahabatan yang dirindu syurga......


(By fatum, Hamba Alloh Yang merindu Indahnya Ukhuwah Islamiyah meski dalam perbedaan)

Minggu, 25 Desember 2011

Wanita Yang Pertama Kali Masuk Syurga



Wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah. Mungkin Anda Kaget mendengarnya? Sama seperti Siti Fatimah ketika itu, yang mengira dirinyalah yang pertama kali masuk surga.

Siapakah wanita beruntung yang bernama Muti’ah itu . . . .? Karena rasa penasaran yang tinggi, Siti Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama Muti’ah ketika itu.

Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat wanita itu bisa masuk surga pertama kali? Setelah bertanya-tanya, akhirnya Siti Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah.

Kali ini ia ingin bersilaturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat kehidupannya. Waktu itu, Siti Fatimah berkunjung bersama dengan anaknya yang masih kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.

“Di luar, siapa?” kata Muti’ah tidak membukakan pintu.

“Saya Fatimah, putri Rasulullah”

“Oh, iya. Ada keperluan apa?”

“Saya hanya berkunjung saja”

“Anda seorang diri atau bersama dengan lainnya?”

“Saya bersama dengan anak saya, Hasan?”

“Maaf, Fatimah. Saya belum mendapatkan izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki”

“Tetapi Hasan masih anak-anak”

“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami saya”

“Baiklah” kata Fatimah dengan nada kecewa. Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.

Keesokan harinya, Siti Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein (saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.

“Suami saya sudah memberi izin bagi Hasan”

“Tetapi maaf, Muti’ah. Husein ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”

“Dia perempuan?”

“Bukan, dia lelaki”

“Wah, saya belum memintakan izin bagi Husein.”

“Tetapi dia juga masih anak-anak”

“Walaupun anak-anak, dia juga lelaki. Maaf ya. Kembalilah esok!”

“Baiklah” Kembali Siti Fatimah kecewa.

Namun rasa penasarannya demikian besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan dikunjunginya tersebut diperkanankan masuk surga pertama kali. Akhirnya hari esok pun tiba. Siti Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun diperkenankan berkunjung ke rumahnya. Betapa senangnya Siti Fatimah karena inilah kesempatan bagi dirinya untuk menguak misteri wanita tersebut.

Menurut Siti Fatimah, wanita yang bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita. Ia melakukan shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Siti Fatimah masih penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia” wanita itu tidak terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.

“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”

“Ada keperluan apa?”

“Saya harus mengantarkan makanan ini kepada suami saya”

“Oh, begitu”

Tidak ada yang salah dengan makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya. Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.

“Untuk apa cambuk ini, Muti’ah?” kata Fatimah penasaran.

“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku semenjak dulu”

Fatimah benar-benar penasaran. “Ceritakanlah padaku!”

“Begini, setiap hari suamiku pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku buat ini enak atau tidak, apakah suaminya seneng atau tidak. Jika ada yang tidak enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya”
“Masya Allah, hanya demi menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”

“Saya hanya memerlukan keridloannya. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan sang suami ridlo kepada istrinya”
“Ya… ternyata inilah rahasia itu”

“Rahasia apa ya Fatimah?” Mutiah juga penasaran.

“Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata semua gara-gara baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”

Subhanallah.

Tiada Anugerah yang lebih besar bagi seorang laki-laki, melebihi dikaruniai seorang istri yang solehah, yang sabar & ikhlas mentaati dan menyayangi suaminya karena mengharap Ridho Alloh . . .

Rasulullah Bersabda : "Addunya Mataa', Wa Khoiru Mata'iha, Almar'atussolihah . . .Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah Wanita Solehah . . ."

Ya Alloh Ya Robb, Anugerahilah hamba dan sahabat-sahabat Hamba Karunia Terindah itu, fiddunya wal Ahirah . . . Amin Allohumma Amin.

"Robbana Hablana Min Azwajina Wa Dzurriyyatina Qurrota A'yunin, Waj'alna Lil Muttaqiina Imaamaa . . ."

(By Hamba Alloh)

Jumat, 16 Desember 2011

Islam Mengajarkan Suami Untuk Bersikap Lembut & Memuliakan Istrinya


“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku (istriku)." -Hadis-

Seorang suami dituntut untuk dapat bersikap lembut terhadap istrinya. Karena, sebagaimana telah dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam, istri (wanita) diibaratkan seperti tulang rusuk. Jika diluruskan dengan paksa, maka tulang itu akan patah. Dan sebaliknya, jika dibiarkan akan tetap bengkok.

Suami adalah nakhoda dalam bahtera rumah tangga, demikian syariat telah menetapkan.
Dengan kesempurnaan hikmah-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengangkat suami sebagai qawwam (pemimpin).

“Kaum pria adalah qawwam bagi kaum wanita….” (An-Nisa: 34)

Suamilah yang kelak akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang keluarganya, sebagaimana diberitakan oleh Rasul yang mulia shalallahu alaihi wassalam :

“Laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi keluarganya dan kelak ia akan ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang mereka.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)
Dalam menjalankan fungsinya ini, seorang suami tidak boleh bersikap masa bodoh, keras, kaku dan kasar terhadap keluarganya. Bahkan sebaliknya, ia harus mengenakan perhiasan akhlak yang mulia, penuh kelembutan, dan kasih sayang.

Meski pada dasarnya ia adalah seorang yang berwatak keras dan kaku, namun ketika berinteraksi dengan orang lain, terlebih lagi dengan istri dan anak-anaknya, ia harus bisa bersikap lunak agar mereka tidak menjauh dan berpaling. Dan sikap lemah lembut ini merupakan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana kalam-Nya ketika memuji Rasul-Nya yang mulia:

“Karena disebabkan rahmat Allah lah engkau dapat bersikap lemah lembut dan lunak kepada mereka. Sekiranya engkau itu adalah seorang yang kaku, keras lagi berhati kasar, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali ‘Imran: 159)

Dalam tanzil-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan seorang suami untuk bergaul dengan istrinya dengan cara yang baik.

“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) dengan cara yang baik.” (An-Nisa: 19)


Al-Hafidz Ibnu Katsir t ketika menafsirkan ayat di atas, menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan dan penampilan kalian sesuai kadar kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat hal yang sama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hal ini:

“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228)

Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam sendiri telah bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku (istriku)."

Termasuk akhlak Nabi Shalallahu ‘alahi wassalam, beliau sangat baik hubungannya dengan para istrinya. Wajahnya senantiasa berseri-seri, suka bersenda gurau dan bercumbu rayu dengan istri, bersikap lembut dan melapangkan mereka dalam hal nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya. Sampai-sampai, beliau pernah mengajak ‘Aisyah Ummul Mukminin berlomba, untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau terhadapnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/477)

Masih menurut Al-Hafidz Ibnu Katsir t: “(Termasuk cara Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam dalam memperlakukan para istrinya secara baik) setiap malam beliau biasa mengumpulkan para istrinya di rumah istri yang mendapat giliran malam itu. Hingga terkadang pada sebagian waktu, beliau dapat makan malam bersama mereka.

Setelah itu, para istri Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam kembali ke rumah masing-masing. Beliau pernah tidur bersama salah seorang istrinya dalam satu pakaian. Beliau meletakkan rida (semacam pakaian ihram bagian atas)-nya dari kedua pundaknya, dan tidur dengan kain/ sarung. Dan biasanya setelah shalat ‘Isya, Beliau Shalallahu ‘alahi wassalam masuk rumah dan berbincang-bincang sejenak dengan istrinya sebelum tidur guna menyenangkan mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/477)

Demikian yang diperbuat Nabi Shalallahu ‘alahi wassalam, seorang Rasul pilihan, pemimpin umat, sekaligus seorang suami dan pemimpin dalam rumah tangganya. Kita dapati petikan kisah beliau dengan keluarganya, sarat dengan kelembutan dan kemuliaan akhlak. Sementara kita diperintah untuk menjadikan beliau sebagai contoh teladan.

“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah contoh yang baik bagi orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah dan hari akhir. Dan dia banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di t berkata: “Ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala:

(Dan bergaullah dengan mereka (para istri) dengan cara yang ma‘ruf) meliputi pergaulan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Karena itu, sepantasnya bagi suami untuk mempergauli istrinya dengan cara yang ma‘ruf, menemani dan menyertai (hari-hari bersamanya) dengan baik, menahan gangguan terhadapnya (tidak menyakiti), mencurahkan kebaikan dan memperbagus hubungan dengannya, termasuk dalam hal ini pemberian nafkah, pakaian dan semisalnya. Dan hal ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 172)

Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam sendiri menjadikan ukuran kebaikan seseorang bila ia dapat bersikap baik terhadap istrinya. Beliau pernah bersabda:

“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. Ahmad, 2/527, At-Tirmidzi no. 1172. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil t dalam Ash-Shahihul Musnad, 2/336-337)

Nabi Shalallahu ‘alahi wassalam menyatakan:
‘Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya’ karena para istri adalah makhluk Allah yang lemah sehingga sepantasnya menjadi tempat curahan kasih sayang. (Tuhfatul Ahwadzi, 4/273)

Di sisi lain, Beliau Shalallahu ‘alahi wassalam memerintahkan untuk berhias dengan kelembutan, sebagaimana tuntunan beliau kepada istrinya ‘Aisyah:

“Hendaklah engkau bersikap lembut 1.” (Shahih, HR. Muslim no. 2594)

Dan Beliau Shalallahu ‘alahi wassalam menyatakan:
“Sesungguhnya kelembutan itu tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya (menjadikan sesuatu itu indah). Dan tidaklah dihilangkan kelembutan itu dari sesuatu melainkan akan memperjeleknya.” (Shahih, HR. Muslim no. 2594)

“Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam segala hal.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6024)

“Dan Allah memberikan kepada sikap lembut itu dengan apa yang tidak Dia berikan kepada sikap kaku/ kasar dan dengan apa yang tidak Dia berikan kepada selainnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 2593)

Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Dalam hadits-hadits ini menunjukkan keutamaan sikap lemah lembut (ar-rifq dengan makna yang telah disebutkan, red) dan penekanan untuk berakhlak dengannya. Serta celaan terhadap sikap keras, kaku, dan bengis. Kelembutan merupakan sebab setiap kebaikan.

Yang dimaksud dengan Allah memberikan kepada sikap lembut ini adalah Allah memberikan pahala atasnya dengan pahala yang tidak diberikan kepada selainnya.

Al-Qadhi t berkata: “Maknanya dengan kebaikan tersebut akan dimudahkan tercapainya tujuan-tujuan yang diinginkan dan akan dimudahkan segala tuntutan, maksud dan tujuan yang ada. Di mana hal ini tidak dimudahkan dan tidak disediakan untuk yang selainnya.” (Syarah Shahih Muslim, 16/145)

Dalam hubungan dengan istri dan keluarga, seorang suami harus membiasakan diri dengan sifat rifq ini. Termasuk kelembutan seorang suami ialah bila ia menyempatkan untuk bercanda dan bersenda gurau dengan istrinya. Hal ini dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam dengan istrinya sebagaimana dinukilkan di atas. ‘Aisyah x menceritakan apa yang ia alami dengan suami dan kekasihnya yang mulia.

Dalam sebuah safar (perjalanan), Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam bersabda kepada para shahabatnya:

“Majulah kalian (jalan duluan)”. Maka mereka pun berjalan mendahului beliau. Lalu beliau berkata kepada ‘Aisyah (yang ketika itu masih belia dan langsing): “Ayo, kita berlomba lari”. Kata Aisyah: “Akupun berlomba bersama beliau dan akhirnya dapat mendahului beliau”. Waktupun berlalu. Ketika Aisyah telah gemuk, Rasulullah kembali mengajaknya berlomba dalam satu safar yang beliau lakukan bersama ‘Aisyah. Beliau bersabda kepada para shahabatnya: “Majulah kalian”. Maka mereka pun mendahului beliau. Lalu beliau berkata kepadaku: “Ayo, kita berlomba lari”. Kata ‘Aisyah: “Aku berusaha mendahului beliau namun beliau dapat mengalahkanku”. Mendapatkan hal itu, beliau pun tertawa seraya berkata: “Ini sebagai balasan lomba yang lalu (kedudukannya seri, red).” (HR. Abu Dawud no. 2214. Asy-Syaikh Muqbil t menshahihkan sanad hadits ini dalam takhrij beliau terhadap Tafsir Ibnu Katsir, 2/286).

Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Adil menciptakan wanita dengan segala kekurangan dan kelemahannya. Ia butuh dibimbing dan diluruskan karena ia merupakan makhluk yang diciptakan dari tulang yang bengkok. Namun meluruskannya butuh kelembutan dan kesabaran agar ia tidak patah.

“Wanita itu seperti tulang rusuk, bila engkau meluruskannya engkau akan mematahkannya. Dan bila engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau dapat bersenang-senang dengannya namun pada dirinya ada kebengkokan.”

Demikian disabdakan Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam dalam hadits yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya (no. 5184) dan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (no. 1468). Hadits ini diberi judul bab oleh Al-Imam Al-Bukhari dengan bab Al-Mudarah ma’an Nisa (Bersikap baik, ramah dan lemah lembut terhadap para istri).

Rasul yang mulia Shalallahu ‘alahi wassalam , juga bersabda:
“Berwasiatlah kalian kepada para wanita (istri) dengan kebaikan karena mereka itu diciptakan dari tulang rusuk. Dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian yang paling atas. Bila engkau paksakan untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Namun bila engkau biarkan begitu saja (tidak engkau luruskan) maka dia akan terus menerus bengkok. Karena itu berwasiatlah kalian kepada para wanita (istri).” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5186 dan Muslim no. 1468)

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

“Dan bila engkau paksakan untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Dan patahnya adalah dengan menceraikannya.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-’Asqalani t berkata: “Sabda Nabi Shalallahu ‘alahi wassalam ‘Berwasiatlah kalian’ maksudnya adalah aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik dengan para wanita (istri). Maka terimalah wasiatku ini berkenaan dengan diri mereka, dan amalkanlah.”

Beliau melanjutkan: “Dan dalam sabda Nabi ‘kepada para wanita (istri) dengan kebaikan’ seakan-akan ada isyarat agar suami meluruskan istrinya dengan lembut, tidak berlebih-lebihan hingga mematahkannya. Dan tidak pula membiarkannya hingga ia terus menerus di atas kebengkokannya.” (Fathul Bari, 9/306)

Dalam hadits ini juga ada beberapa faidah, di antaranya disukai untuk bersikap baik dan lemah lembut terhadap istri untuk menyenangkan hatinya, Hadits ini juga menunjukkan bagaimana mendidik wanita dengan memaafkan dan bersabar atas kebengkokan mereka. Siapa yang tidak berupaya meluruskan mereka (dengan cara yang halus), dia tidak akan dapat mengambil manfaat darinya.

Padahal, tidak ada seorang pun yang tidak butuh dengan wanita untuk mendapatkan ketenangan bersamanya dan membantu dalam kehidupannya. Hingga seakan-akan Nabi mengatakan: “Merasakan kenikmatan dengan istri tidak akan sempurna kecuali dengan bersabar terhadapnya”. Dan satu faidah lagi yang tidak boleh diabaikan adalah tidak disenangi bagi seorang suami untuk menceraikan istrinya tanpa sebab yang jelas. (Lihat Fathul Bari, 9/306, Syarah Shahih Muslim, 10/57)

Dengan tuntunan beliau di atas, seyogyanya seorang suami menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dengan penuh kelembutan dan kasih sayang kepada istri dan keluarganya yang lain. Sebagaimana istrinya pun diperintah untuk taat kepadanya dalam perkara yang baik, sehingga akan terwujud ketenangan di antara keduanya dan abadilah ikatan cinta dan kasih sayang.

“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kalian istri-istri (pasangan hidup) dari jenis kalian agar kalian merasakan ketenangan bersamanya dan Dia menjadikan cinta dan kasih sayang2 di antara kalian.” (Ar-Rum: 21)

“Dialah yang menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan Dia menjadikan pasangan dari jiwa yang satu itu, agar jiwa tersebut merasa tenang bersamanya.” (Al-A`raf: 189)
Demikian kemuliaan dan kelembutan Islam yang menuntut pengamalan dari kita sebagai insan yang mengaku tunduk kepada aturan Ilahi. Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.

Sumber : Dalam Labuhan Lembutnya Kasihmu (ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah), dalam (Mengayuh Biduk edisi 7, Majalah AsySyariah)

Hikmah Berdakwah dengan kelembutan

“Dikarenakan rahmat Allah-lah engkau berlemah lembut. Sekiranya engkau berhati keras niscaya mereka akan lari dari sekitarmu. Maafkanlah mereka dan mintakan ampun untuk mereka.” (QS. Ali-Imran : 159)



Dakwah pada hakekatnya adalah mengajak orang untuk kembali kepada fitrahnya, mendekatkan dan mengakrabkan, mendamaikan dan mempersaudarakan. Bukan malah menjauhkan atau malah mencerai-beraikan.

Dakwah yang berhasil adalah kembalinya seseorang kepada hidayah Allah dengan perantaraan seorang da’i. Keberhasilannya mengajak satu orang kembali ke jalan Allah itu lebih baik baginya ketimbang ia mendapatkan sesuatu yang sifatnya bernilai materi.

“Ya Ali, seseorang yang mendapatkan hidayah Allah lantaran engkau adalah lebih baik daripada engkau memperoleh seekor unta merah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak semua kebenaran yang disampaikan tepat sasaran seperti yang diharapkan. Kadangkala kebenaran itu kelihatan menakutkan bila disampaikan dengan memakai cara-cara yang tidak hikmah. Kemampuan tiap orang dalam mencerna kebenaran itu berbeda-beda dan tugas seorang da’i adalah menyampaikan kebenaran Islam itu dengan cara yang sesuai dengan kondisi masyarakat agar bisa diterima dengan penuh kesadaran. Tidak perlu memaksakan agar ia segera berubah karena tugas dia hanya penyampai bukan pemberi hidayah. Sebisa mungkin disampaikan dengan cara yang bijak dan sebisa mungkin tidak menghakimi.

Buah dari kelemahlembutan

Pada suatu hari, saat Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya sedang berada di masjid, tiba-tiba datang seorang Arab Gunung (Badui) kencing pada salah satu bagian masjid. Melihat kelakuan badui ini para sahabat marah, bahkan ada sebagiannya yang hendak menarik dan menghajarnya.

“Mah! Mah!”, kata para sahabat menghardik si Badui agar tidak kencing di sana, namun tidaklah demikian dengan Rasulullah. Beliau melarang para sahabatnya berbuat kasar kepada si Badui ini dan menyuruh mereka membiarkan si badui menyelesaikan hajatnya. Setelah ‘buang hajat’-nya selesai, dipanggilah orang itu. Dengan lemah lembut beliau berkata kepadanya, “Ini adalah Masjid, bukan tempat kencing dan buang kotoran. Sesungguhnya tempat ini untuk dzikrullah, shalat dan membaca al Quran”. Beliau kemudian menyuruh shahabat untuk menuangkan air pada bekas kencing orang tersebut.

Ternyata sikap dan tutur kata Nabi yang lemah lembut terhadap si badui itu menyentuh hatinya, sangat berbeda dengan para sahabat yang tampak begitu geram, dia kagum dan takjub dengan kehalusan budipekerti beliau. Maka dengan kepolosannya ia berdo’a, “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhamad dan jangan rahmati seorang pun selain kami berdua”. Dalam doanya pun ia sempat menyindir para shahabat.

Dasar memang Badui! Kemudian Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam mengingatkan orang ini dengan kelembutan. “Kenapa engkau menyempitkan sesuatu yang luas? Bukankah rahmat Allah itu luas?”. Demikianlah Imam Bukhari dan Muslim menukilkan peristiwa itu dari Sahabat Anas bin Malik.

Kesabaran dan Kelembutan

Kesabaran dan kelembutan adalah salah satu dari sekian banyak akhlak mulia Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, bahkan terhadap mereka yang pernah menyakiti dirinya sekalipun. Beliau sangat memperhatikan lawan bicaranya dan sangat memahami bagaimana cara menyampaikan sesuatu tanpa harus menyakiti hatinya. Pribadi beliau yang lemah lembut dalam berdakwah, penuh hikmah adalah teladan bagi kita semua dan memang demikianlah hukum asal dalam berdakwah.

Posisi para shahabat memang benar dalam rangka nahi mungkar, yaitu melarang seseorang kencing dalam masjid tetapi Nabi lebih memilih memaknainya sebagai amar makruf demi melihat si badui melakukan hal tersebut lebih karena kebodohannya. Dan hasilnya, hanya beliau yang didoakan si badui walaupun akhirnya ia juga berdoa untuk para shahabatnya.

Tidaklah kelembutan itu ada pada diri seseorang kecuali ia akan menambah daya pesonanya, membuat nyaman mereka yang ada disekelilingnya dan menjadikannya didengar perkataannya. Beliau bersabda,“Tidaklah ada kelembutan pada sesuatu, kecuali ia akan membuatnya indah. Dan tidaklah tercabut dari sesuatu, kecuali akan menjelekkannya.” (HR. Muslim)

“Barangsiapa yang terhalang berbuat kelembutan, maka akan terhalang dari kebaikan.” (HR. Muslim)

Bahkan Allah pun meniscayakan larinya manusia dari kebenaran lantaran disampaikan dengan cara-cara yang keras dan tidak hikmah. Mereka lari bukan karena menolak kebenaran tetapi cara si penyampai yang tidak berkenan di hati menjadikan hati mereka berontak dan pada akhirnya lari dari kebenaran itu sendiri.

“Dikarenakan rahmat Allah-lah engkau berlemah lembut. Sekiranya engkau berhati keras niscaya mereka akan lari dari sekitarmu. Maafkanlah mereka dan mintakan ampun untuk mereka.” (QS. Ali-Imran [3] : 159)

Cara terbaik merebut hati manusia adalah dengan kelembutan. Kelembutan itu dari Allah dan letaknya itu ada dihati. Barangsiapa ingin menguasai hati manusia maka hendaknya ia meminta kepada Pemilik hati manusia agar ia dilunakkan hatinya agar melunak pula hati manusia kepadanya. Implementasinya adalah dengan menghadirkannya lewat ucapan dan perilaku sehari-hari.

Seperti apa dia ingin diperlakukan manusia seperti itulah yang harusnya ia lakukan. Dakwah bil hikmah idealnya adalah berprinsip; kembalinya manusia kedalam hidayah Allah adalah lebih baik daripada membiarkannya tetap berada dalam kesesatan, mendoakannya agar mendapatkan hidayah Allah adalah lebih baik daripada memohonkan adzab untuknya.

Kapan Harus Bersikap Lunak Dan Kapan Harus Bersikap Keras

Sungguhpun demikian, sikap keras bukan berarti tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Terkadang beliau pun bersikap tegas bahkan keras. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana cara memposisikan sikap yang sesuai dengan situasi dan kondisi.

Seorang da’i pada dasarnya bagaikan dokter dalam menghadapi pasiennya. Adakalanya ia memberikan obat dengan dosis rendah, bila belum membuahkan hasil ia naikkan lagi dosisnya. Namun pada kondisi tertentu, ia akan memberikan obat dengan dosis tinggi atau bahkan mengantarkannya ke meja operasi. Dan bila hal itu pun masih belum membuahkan hasil atau malah membahayakan organ yang lainnya, maka jalan terakhirnya adalah amputasi. Inilah sebenarnya fase dakwah bil hikmah yang harus dilakukan, tepat dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Dia tahu kapan ia harus bersikap lembut dan kapan harus bersikap keras.

Kepada orang awam atau masyarakat yang menjunjung nilai kesopanan tidak perlu sikap keras, cukuplah dengan lemah lembut. Terburu-buru melabeli mereka dengan sesat atau ahli bid’ah bukanlah penyelesaian. Mereka yang awam mendasari perilakunya dengan kebodohan, bukan keengganan menerima kebenaran. Boleh jadi nasehat yang baik yang kita sampaikan itu adalah hal tentang kebaikan yang pertama kali mereka terima.

Sebaliknya sikap tegas dan keras diperlukan untuk menasihati seseorang yang pada dasarnya memiliki ketetapan dan keikhlasan dalam beragama agar tidak terjerembab lebih dalam lagi dalam kesalahan.

Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah sangat marah kepada Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu karena mengimami shalat isya’ dengan surat yang panjang sehingga ada salah seorang yang keluar dari jamaah dam memilih shalat sendirian. Ketika hal itu disampaikan kepada Nabi, beliau berkata, “Ya Mu’adz, apakah kamu mau jadi tukang fitnah?!”.

Shahabat sekaliber Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu tidak akan lari meninggalkan Islam hanya karena peristiwa itu, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya beliau menyadari kesalahannya dan makin mawas diri. Karena beliau tahu bahwa tidaklah Nabi menegurnya kecuali agar dirinya tidak larut dalam kesalahan, dan Nabi tidak pernah diam melihat kesalahan terjadi.

Mereka yang terlelap dalam kelalaian, tetapi dalam dirinya masih terselip kecenderungan untuk berbuat baik atau mereka yang hatinya tengah sakit membutuhkan ‘shock terapy’ seperti ini sebagai pelecut semangat dalam mengikuti kebenaran. Disinilah keseimbangan dalam bersikap yang seyogyanya dimiliki oleh semua da’i dalam setiap dakwahnya. Dan diatas pemahaman inilah metode dakwah itu dibangun.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16] : 125)

Para ulama tafsir telah banyak memberikan penjelasan artinya, para ulama fikih telah banyak menjelaskan hukum-hukumnya dan para penulis telah banyak memberikan pembahasannya, tetapi aplikatifnya tetaplah merupakan hal yang sangat dipengaruhi situasi dan kondisi dakwah itu sendiri.

Dengan terus mengkaji dan menelaah pendapat para ulama, tentulah kita akan lebih dalam lagi memaknai ayat tersebut, tidak menjadikannya karet untuk membenarkan perilaku dakwah yang menyimpang dan tidak pula menyempitkan maknanya sehingga malah menjadikan dakwah ini kaku dan kelihatan menakutkan. Wallahu a’lam.

From : http://www.eramuslim.com/syariah/siroh-tematik/hikmah-dalam-berdakwah.htm

Tips mengendalikan amarah dalam islam

Kendalikan Amarahmu . . . Maka Syurga Untukmu ^_^



A. Orang Kuat ialah yang Mampu Menahan Marahnya

Ketika seseorang marah dan dia tidak mampu mengendalikan nafsu amarahnya, maka terkadang refleks keluar dari mulutnya kata-kata yang menghinakan. Baik berupa cacian, perkataan kotor, bahkan dia bisa saja berbuat sesuatu yang dapat mencelakakan dirinya dan orang lain. Karena sesungguhnya nafsu amarah itu mendorong orang untuk melakukan perbuatan yang buruk dan tercela.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Orang kuat itu bukanlah orang yang dapat bergulat. Tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan nafsunya ketika sedang marah.” (Mutafaq’alaih) [1]


B. Wasiat Nabi saw. Pada Seorang Lelaki

Diantara wasiat Rasul saw kepada umatnya adalah agar mampu menahan amarahnya, bahkan kalau bisa jangan sampai marah. Karena kalau seseorang sudah berada di luar kontrol akalnya karena tidak mampu menguasai marahnya, maka akan sangat berpengaruh besar terhadap ucapan dan perbuatannya.
Wasiat Nabi saw tentang larangan marah ini disampaikan agar kita mampu mengontrol diri kita. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang bersumber dari Abu Hurairah ra, ada seorang lelaki berkata kepada Nabi saw, “Berilah saya nasihat.” Beliau bersabda, “Jangan marah.” Lelaki itu terus mengulang-ulang permintaannya dan beliau tetap menjawab, “Jangan marah.” (HR. Bukhari) [2]
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Makna jangan marah yaitu janganlah kamu tumpahkan kemarahanmu. Larangan ini bukan tertuju kepada rasa marah itu sendiri. Karena pada hakikatnya marah adalah tabi’at manusia, yang tidak mungkin bisa dihilangkan dari perasaan manusia.”


C. Nasihat Nabi saw. Dalam Mengatasi Marah

Apabila seseorang marah, maka Nabi saw memberikan tips buat kita untuk megatasi marah yang membara dalam diri kita. Rasulullah saw bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian marah dalam kondisi berdiri maka hendaknya dia duduk. Kalau marahnya belum juga hilang maka hendaknya dia berbaring.” (HR. Ahmad)

Ini merupakan langkah yang paling baik untuk ditempuh jika seseorang marah, dan apabila masih belum juga hilang maka ambillah air wudlu lalu shalatlah, karena marah itu ibarat api, dan padamnya api tidak lain adalah dengan air.


D. Surga Buat Orang yang Mampu Menahan Amarahnya

Dibalik anjuran Rasul agar jangan marah, tentu ada hikmah yang sangat besar yang terkandung di dalamnya. Karena orang yang mampu menahan amarahnya dan tidak menumpahkannya demi melampiaskan keinginan hawa nafsunya, maka balasan bagi dirinya adalah surga.
Ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah saw dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepada saya sebuah ilmu yang bisa mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka.” Maka beliau saw bersabda, “Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan.” (HR. Thabrani)


E. Allah Menahan Azab Buat Orang yang Menahan Amarahnya

Hal ini dijelaskan dalam hadits Nabi saw., yang bersumber dari dari Anas ra, ia berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa mampu menahan amarahnya, Allah Akan menahan azab-Nya dari dirinya.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath) [3]

Perlu digaris bawahi, bahwa bukanlah maksud Nabi saw melarang memiliki rasa marah. Karena pada dasarnya rasa marah itu merupakan bagian dari tabi’at manusia yang pasti ada. Akan tetapi maksudnya ialah kuasailah dirimu ketika rasa marah itu muncul. Supaya kemarahanmu itu tidak menimbulkan dampak yang tidak baik bagi dirimu dan orang lain.

Sesungguhnya kemarahan merupakan bara api yang dilemparkan oleh syaithan ke dalam lubuk hati bani Adam. Oleh sebab itu, perhatikanlah kalau orang sedang marah. Kita akan melihat kedua matanya menjadi merah, dan urat lehernya menonjol serta menegang. Bahkan terkadang rambutnya pun ikut rontok dan berjatuhan akibat luapan marah. Bahkan hal-hal lain yang tidak terpuji dapat timbul mengikuti di belakangnya. Hal ini akan mengakibatkan pelakunya merasa sangat menyesal atas perbuatan yang telah dia lakukan ketika dia marah.

Wallahu’alam

[1] Lihat, Terjemahan Lengkap Bulughul Maram, Ibnu Hajar Al-Asqolani, Terbitan AKBARMEDIA, Bab. Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak yang Buruk. (Best Seller)